Friday, November 21, 2014

Mari Update Status

Saya bagian dari “generasi wartel” yang harus antri 3 jam hanya untuk berbicara 3 menit dengan ibu di kampung halaman. Sambil menunggu kita bisa berbincang tentang topik apa saja dengan penelpon yang juga sedang menunggu antrian. Bahkan sangat akrab dengan orang yang baru kita temui saat malam di antrian wartel (wartel akan sangat padat diatas pukul 21.00 karna biaya yang lebih murah). Untuk menerima panggilan telepon, kita bisa menggunakan telepon tetangga dengan biaya terima kasih yang tulus. Sangat murah tetapi sekaligus mahal. Kehidupan serta relasi sosial terasa hidup dan bermakna. Pengalaman itu setidaknya sampai tahun-tahun pertama saya kuliah. Hari ini, sebagian generasi itu masih mempertahankan tradisinya. Sebaliknya (mungkin karena usia), saya ikut menjadi generasi baru yang sangat sibuk dengan telepon genggam di  tengah orang lain yang juga sibuk dengan telepon genggamnya yang sesungguhnya kami sama-sama tanpa kesibukan. Kadang update status, surfing, goggling atau beraktivitas dengan  gadget lebih penting dibanding berbicara dengan orang  yang ada di hadapan langsung. Sesungguhnya saya merindukan “generasi wartel” itu dimana interaksi sosial dari hati keluar lewat mulut secara sopan dengan bahasa verbal yang menghargai lawan bicara daripada keluar lewat jari-jari yang tidak peduli siapapun yang menerima pesan itu seperti yang sedang saya lakukan sekarang.  #mariupdatestatus