Friday, July 22, 2016

Hujan di Ujung Oktober




Oleh: Saya

Menapaki jalan penuh liku di tepi senja
Berlari aku melawan mendung sore
Seakan tak ada lagi esok untuk menjemputmu
Karena raga tak pernah meragukan jiwa

Tetaplah berdiri di sudut persimpangan itu
Meski hujan mulai turun
Meski tawaran tumpangan jauh lebih nyaman
Tetaplah di sana menantiku dalam juang

Mencapai bukit di timur
Memandang matahari di awal hari
Bersana Kita menaklukkan gunung-gunung itu
Menyebrangi sungai, mengaruhi lautan luas

Kau yang penuh cinta tetap tegar
Tiada ragu akan hari esok dan bukit di timur

Bersamaku dalam hujan di ujung oktober


 


Thursday, May 14, 2015

Menatap Harapan Kebangkitan RS Banua Mamase



Jika anda pernah mendengar atau dilayani RS Banua Mamase di Mamasa maka anda termasuk beruntung dilayani oleh fasilitas kesehatan milik GTM yang sudah sangat lama merasakan asam garam pelayanan kesehatan. Menurut data Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI) Rumah sakit ini didirikan pada tahun 1939.

Thursday, April 9, 2015

Kemerdekaan Palestina Untuk Kemanusiaan Yang Setara, Adil Dan Damai



Catatan pasca Sidang Dewan Gereja-Gereja Sedunia 2013

Mengawali ulasan tentang  seruan perdamaian yang dirindukan oleh saudara-saudari kita di Palestina, maka memang pantas terlontar pertanyaan selidik mengapa itu harus dilakukan? Bukankah Israel adalah bangsa yang banyak dibicarakan dalam alkitab umat Kristen sebagai bangsa pilihan dan diberkati?

Friday, November 21, 2014

Mari Update Status

Saya bagian dari “generasi wartel” yang harus antri 3 jam hanya untuk berbicara 3 menit dengan ibu di kampung halaman. Sambil menunggu kita bisa berbincang tentang topik apa saja dengan penelpon yang juga sedang menunggu antrian. Bahkan sangat akrab dengan orang yang baru kita temui saat malam di antrian wartel (wartel akan sangat padat diatas pukul 21.00 karna biaya yang lebih murah). Untuk menerima panggilan telepon, kita bisa menggunakan telepon tetangga dengan biaya terima kasih yang tulus. Sangat murah tetapi sekaligus mahal. Kehidupan serta relasi sosial terasa hidup dan bermakna. Pengalaman itu setidaknya sampai tahun-tahun pertama saya kuliah. Hari ini, sebagian generasi itu masih mempertahankan tradisinya. Sebaliknya (mungkin karena usia), saya ikut menjadi generasi baru yang sangat sibuk dengan telepon genggam di  tengah orang lain yang juga sibuk dengan telepon genggamnya yang sesungguhnya kami sama-sama tanpa kesibukan. Kadang update status, surfing, goggling atau beraktivitas dengan  gadget lebih penting dibanding berbicara dengan orang  yang ada di hadapan langsung. Sesungguhnya saya merindukan “generasi wartel” itu dimana interaksi sosial dari hati keluar lewat mulut secara sopan dengan bahasa verbal yang menghargai lawan bicara daripada keluar lewat jari-jari yang tidak peduli siapapun yang menerima pesan itu seperti yang sedang saya lakukan sekarang.  #mariupdatestatus

Saturday, February 22, 2014

Sepucuk Surat dari Mahal Surbakti



Ini masih seputar catatan-catatan yang tersisa dari perjalanan saya ke Kabanjahe dan Kutacane 2 - 9 Februari 2014 lalu. Setelah kembali dari Kutacane pada tanggal 4 Februari 2014 saya bersama beberapa anggota GMKI Cabang Telukdalam dan Gunung Sitoli menyempatkan diri mampir di desa Salit di Rumah Sdr. Supriadi Purba (Korwil I PP GMKI 2012-2014).