Thursday, May 3, 2012

Obituari: Ibu Endang Mengajarkan Kita Untuk Maknai Tiap Hembusan Nafas

Hari itu, Tanggal 26 April 2012, sepulang dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia saat melintas di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tampak penjagaan super ketat. Seluruh lampu persimpangan jalan dari Taman Suropati, Jl Surabaya sampai ke Salemba ditutup aparat. Kendaraan dari arah stasiun Cikini dan jalan proklamasi dihentikan tepat di lampu merah depan Megaria. Ternyata Presiden mau lewat dari arah jalan Diponegoro menuju Pavilium Kencana RSCM menjenguk Menteri kesehatan, Endang Rayahu Sedyaningsih (alm) yang sedang dirawat. Penutupan jalan itu sebenarnya memudahkan taksi yang kami tumpangi karena melewati jalan yang sudah disterilkan membuat taksi melaju tanpa hambatan dari arah kantor KPU menuju Salemba. Ternyata Menteri Endang sudah dirawat beberapa hari di rumah sakit ini. Tanggal 26 April 2012, Direktur Utama RSCM menyatakan bahwa Mantan Menteri Kesehatan sudah dua lebih minggu dirawat di Pavilum Kencana Rumah Sakit tersebut.

Foto bersama Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih (foto koleksi pribadi)
Setelah melewati masa - masa kritis yang tidak terlalu lama, Ibu Menteri menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 2 Mei pukul 11.41 WIB. Tepat di hari pendidikan nasional, almarhum menutup usianya. Secara sederhana tidak ada yang spesial pada diri Ibu Endang dibanding menteri - menteri perempuan lainnya di negara ini. Tapi bagi saya, sosok Ibu sekaligus Dokter dan memimpin sebuah kementerian dibawah bayang - bayang penyakit kanker yang dideritanya membuat dia menjadi khusus. Perjalanan kisah hidupnya sangat  menginspirasi. Bahkan saat saya sementara menuliskan catatan ini, seorang teman yang sedang membaca koran republika tiba-tiba menyelutuk "Hebat perempuan ini" (Republika hari ini, 3 Mei 2012 mengangkat pesan terakhir ibu Endang pada headlinenya)

Saya punya pengalaman khusus bertemu dengan almarhum sekitar setahun yang lalu. Saya dan beberapa teman diundang untuk bertemu menteri pada pukul 13.00 di lantai dua kementerian kesehatan. Dengan taksi dari arah salemba kami menuju kantornya yang terletak di jalan HR. Rasuna Said. Kemacetan kronis yang melanda Jakarta membuat kami tiba sekitar pukul 13.25 atau terlambat beberapa menit dari yang seharusnya. Beberapa pegawai kementerian yang tampak panik langsung mengarahkan kami ke lantai 2 gedung itu. Ternyata ibu menteri sudah menunggu di ruangan itu sejak hampir 30 menit lalu. "Selamat siang, Pasti terjebak macet kan" sapanya sambil tersenyum membuka percakapan. Senyumnya yang khas Jawa membuat ketegangan yang melanda pikiran saya (dan mungkin teman yang lainnya) berubah menjadi cair. Seorang pejabat sekelas menteri rela menyisihkan waktunya menunggu tamu bagi saya sangat langka.  Dalam percakapan di ruangan itu, Ibu Endang menceritakan tentang rencana besarnya "Memaksa" calon dokter untuk praktek di pedalaman - pedalaman nusantara sebelum di kukuhkan menjadi dokter. Ia prihatin melihat minimnya tenaga kesehatan di pelosok - pelosok tanah air. Baginya meskipun di suatu desa sedikit penduduknya tetapi mereka juga adalah warga negara Indonesia yang harus dijamin kesehatannya oleh negara. 

Menteri Kesehatan menceritakan bagaimana beliau dan suaminya pada awal tahun 80an setelah tamat dari Fakultas Kedokteran UI harus mengabdi beberapa tahun di pedalaman propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebelum benar - benar dikukuhkan menjadi dokter. Beliau berobsesi untuk melakukannya lagi bagi calon - calon  dokter di masa dirinya dipercayakan menjadi menteri kesehatan. Dalam percakapan itu ibu Endang sedikit menceritakan pengalamannya meneliti di lokalisasi "kramat tunggak" yang bukunya baru dicetak kembali tahun lalu. Sedikit menyinggung sakit kanker yang dideritanya, ibu Endang mengharapkan kami generasi muda untuk menghargai setiap kesempatan sekecil apapun untuk mengabdi pada kemanusiaan.

Memang dari banyak artikel yang saya baca tentang ibu Endang, beliau tampaknya memanfaatkan betul sisa hidupnya untuk mengabdi pada kemanusiaan. Kisah yang paling menarik lainnya adalah....

Bersambung

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah memberi komentar