Catatan pasca Sidang Dewan Gereja-Gereja Sedunia 2013
Mengawali ulasan
tentang seruan perdamaian yang
dirindukan oleh saudara-saudari kita di Palestina, maka memang pantas terlontar
pertanyaan selidik mengapa itu harus dilakukan? Bukankah Israel adalah bangsa
yang banyak dibicarakan dalam alkitab umat Kristen sebagai bangsa pilihan dan
diberkati?
Banyak lagi pertanyaan yang seolah melegitimasi penindasan yang dilakukan oleh Negara Israel terhadap Palestina. Tulisan kecil saya ini cukup lama tersimpan dalam laptop sejak saya kembali dari sidang Gereja-gereja sedunia di Busan Korea Selatan akhir tahun 2013 tahun yang lalu. Tetapi akhirnya saya merasa semua orang perlu membacanya untuk mendapatkan perspektif berbeda dan mungkin sebagai bahan awal untuk mendalami pertikaian abadi di tempat kelahiran Yesus yang membawah damai itu.
Banyak lagi pertanyaan yang seolah melegitimasi penindasan yang dilakukan oleh Negara Israel terhadap Palestina. Tulisan kecil saya ini cukup lama tersimpan dalam laptop sejak saya kembali dari sidang Gereja-gereja sedunia di Busan Korea Selatan akhir tahun 2013 tahun yang lalu. Tetapi akhirnya saya merasa semua orang perlu membacanya untuk mendapatkan perspektif berbeda dan mungkin sebagai bahan awal untuk mendalami pertikaian abadi di tempat kelahiran Yesus yang membawah damai itu.
Sesungguhnya,
masalah yang dihadapi oleh bangsa Palestina bukan semata-mata penderitaan agama
tertentu, tetapi penderitaan umat manusia yang didalamnya juga termasuk umat
Kristen yang ada di Palestina. Mereka menderita atas kesetaraan, keadilan dan
perdamaian yang dirampas. Sebagai warga
gereja, bukan karena di Palestina ada umat Kristen yang menderita sehingga itu
patut menjadi perhatiannya. Tetapi, sekali lagi ini demi kemanusiaan dan
kemuliaan Allah yang ada dalam diri manusia.
Tentu saja sebagai mahasiswa, sebagai warga gereja, dan sebagai umat
manusia harus menempatkan masalah ini sebagai perhatian Gereja kedepan demi
nilai kemanusiaan kita semua. Nilai kemanusiaan itu menembus batas-batas
kebangsaan, agama, ras, warna kulit, dan seluruh dimensi kehidupan yang memang
dikaruniakan Tuhan beragam.
Berangkat
dari dokumen Kairos yang diterbitkan
secara bersama oleh gereja-gereja di Palestina, saya mencoba membagi informasi
tentang apa dan bagaimana seharusnya kita sebagai bangsa yang merdeka sekaligus
sebagai warga gereja membaca dan menempatkan masalah Palestina. Bagi saya, Ini
penting karena setidaknya tiga alasan. Pertama, meluruskan pemahaman yang
keliru oleh sebagian umat beragama di Indonesia seolah-olah perang di Palestina
adalah perang agama. Kedua, meluruskan paham Teologi yang membenarkan
pendudukan Israel di tanah Palestina. Ketiga, masalah Palestina telah menjadi
klaim kebenaran dan komoditas politik kelompok tertentu di seluruh dunia. Penderitaan
warga palestina berbanding lurus dengan keuntungan politik mereka. Semakin
menderita rakyat Palestina atas pendudukan tersebut, semakin besar keuntungan
politik yang diraih oleh kelompok ini.
Fakta sesungguhnya di
Palestina adalah hilangnya kesetaraan, keadilan, perdamaian dan harkat manusia.
Sejauh ini, saat semua orang bicara perdamaian, maka sebaliknya yang terjadi di
Palestina adalah pendudukan Israel di tanah warga Palestina yang sudah didiami
turun temurun oleh mereka. Israel mendirikan tembok yang sangat tinggi dan
menjadikan kota serta desa-desa di Palestina selayaknya sebuah penjara. Bahkan
bangsa Palestina tidak bisa saling bertemu dengan saudara sebangsanya pada
bagian lain negeri mereka yakni Gaza. Nander, seorang pemuda Kristen Palestina
dalam perbincangan kami di stand World Student Christian Federation (WSCF) di
General Assembly WCC November 2013 lalu mengungkapkan bahwa ia harus terbang ke
Jordania, ke Mesir lalu melewati
terowongan bawah tanah untuk mencapai Gaza dan kalau masih hidup maka hanya
Mujizat yang bisa mengantarkannya kembali ke Tepi Barat. Perlu diketahui, wilayah Palestina setelah gerakan Zionis yang membangun Negara Israel
tahun 1948 terbagi atas dua bagian. Bagian tersebut yakni “Tepi Barat“ atau West Bank dan “Gaza” yang secara geografis
berbentuk enclave. Untuk memudahkan membayangkan maka secara
geografis seperti wilayah Oekusi di Nusa Tenggara Timur yang merupakan bagian
dari Timor Leste. Setiap hari warga
Palestina yang akan bepergian ke kantor, sekolah, rumah sakit dan kemanapun
harus melewati pos pemeriksaan militer Israel tanpa memandang kedudukan, agama,
tingkat pendidikan dll. Kebanyakan warga Palestina masih tinggal di kamp
pengungsian selama bertahun-tahun dari generasi ke generasi dalam situasi yang
memprihatinkan tanpa kejelasan masa depan. Kejahatan kemanusiaan dan
pelanggaran HAM di Palestina terus berlanjut meski sudah dilaporkan oleh banyak
lembaga pemantau HAM.
Dalam perspektif iman kristiani, umat Kristen percaya
pada satu Tuhan pencipta manusia dan alam semesta. Iman Kristen menyakini benar bahwa Tuhan
pencipta itu mengasihi setiap umat ciptaannya. Bahkan iman Kristen percaya
bahwa manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Berangkat dari
pengakuan iman tersebut, maka iman Kristen meyakini benar bahwa Manusia
diciptakan untuk saling mengasihi satu dengan yang lain, bersama-sama mendiami bumi tanpa konflik, tanpa peperangan
termasuk pendudukan yang menindas manusia lain sebagaimana dialami warga
Palestina. Dengan demikian, dasar teologi apapun yang seolah didasarkan pada
Alkitab, iman atau sejarah yang melegitimasi pendudukan sesungguhnya jauh dari
ajaran kristiani. Penggunaan kekerasan atas nama Tuhan yang maha suci telah
mensubordinasi kemahakuasaan Tuhan untuk kepentingan manusia semata. Dari
pemahaman iman tersebut maka sudah sepantasnya umat Kristen hadir dan berdiri
bersama bagi setiap tindakan yang merusak kemanusiaan manusia yang segambar dan
serupa dengan Allah.
Indonesia sebagai bangsa yang menggagas konferensi
Asia-Afrika adalah bagian penting dari sejarah kemerdekaan bangsa-bangsa di
Asia dan Afrika yang berada dalam penjajahan. Artinya, mendorong penghentian
penjajahan bahkan kemerdekaan Palestina adalah misi diplomatik Indonesia yang
sangat penting dan berdasar. Bangsa
Indonesia juga meyakini benar melalui pembukaan konstitusinya menempatkan
kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Padas kop yang lebih sepesifik, Mahasiswa
Kristen Indonesia adalah bagian penting dari Indonesia yang bertanggungjawab
untuk tercapainya tujuan bernegaranya. Tanggungjawab itu adalah manifestasi
dari imannya kepada Tuhan Yesus atas karunia Indonesia yang diberikan pada
kita.
Tidak berimbangnya informasi dan begitu dekatnya
Negara barat dengan Israel membuat seolah-olah perang di Palestina adalah upaya
internasional (atau setidaknya bangsa Barat) untuk memerangi Umat Islam.
Padahal yang menjadi korban dalam konteks Palestina bukan hanya umat muslim
tetapi juga umat Kristiani dan sebagian umat Yahudi. Ketimpangan informasi ini yang kemudian
membuat isu ini sangat mudah digeser pada ranah politik untuk menggaet pemilih
muslim termasuk di Indonesia. Menjadikan penderitaan warga Palestina sebagai branding untuk kepentingan politik
kelompoknya atau bahkan mungkin melegitimasi kekerasan baru. Artinya semakin
panjang dan semakin dalam penderitaan yang dialami oleh saudara-saudari kita di
Palestina, semakin besar dan berkelanjutan pula keuntungan politik yang bisa
diraih oleh kelompoknya. Sementara pada sisi lain, warga Palestina lebih
membutuhkan kemerdekaan permanen dan berdiri setara dengan bangsa lain sehingga
mimpi mereka suatu saat tidak perlu lagi bantuan dari masyarakat internasional karena
mereka sudah bisa memenuhinya sendiri dengan damai. Pernyataan Dubes Palestina 25 Agustus 2013 dalam wawancara dengan media satuharapan.com cukup
tegas menjelaskan situasi ini.
Dari refleksi diatas, maka dapat penderitaan umat
islam semata tetapi penderitaan umat manusia di Palestina termasuk umat
Kristiani, Yahudi dan mungkin agama lainnya yang tidak ada penganutnya di
Indonesia. Kedua, dalam perspektif iman kristiani, maka perang dan penggunaan
kekerasan atas nama Tuhan yang maha suci telah mensubordinasi kemahakuasaan
Tuhan sehingga tidak bisa dibenarkan atas dasar apapun. Penghargaan harkat
manusia yang segambar dan serupa dengan Allah tidak bisa direduksi oleh
pembenaran sejarah, teologi atau iman sekalipun. Ketiga, bahwa solidaritas yang
dibutuhkan oleh Bangsa Palestina adalah solidaritas yang tulus benar-benar
untuk pembebasan atas belenggu yang mereka alami selama ini. Kampanye dan
penggalangan bantuan darurat atas tragedi kemanusiaan di Palestina tetap mereka
butuhkan dan penting untuk kita sampaikan, namun jauh lebih mendasar adalah
bagaimana menghentikan pendudukan dan perang di atas tanah itu. Dalam perspektif
tersebut maka perlu kita mendorong masyarakat internasional dan PBB untuk
mengakui kedaulatan Palestina sebagai bangsa merdeka agar mereka bisa memulai
kehidupan yang layak sebagaimana umat manusia di belahan bumi yang lain. Tentu
saja pembicaraan ke arah sana akan sangat panjang, penuh emosi dan sangat
melelahkan tetapi harus dimulai.
Merkur Classic 8-Piece Double Edge Titanium Blades
ReplyDeleteMerkur Classic microtouch titanium 8-Piece Double Edge babyliss pro nano titanium straightener Stainless titanium flash mica Blades are the classic double edge, double titanium easy flux 125 amp welder edge and nickel plated blades made for exceptional quality. snow peak titanium flask