Wednesday, March 7, 2012

Kompas 6 Maret 2012; Guru Honorer Membengkak

Kompas Menulis
Kebijakan pemerintah bersama DPR untuk mengangkat guru honorer yang bertugas sebelum 1 Januari 2005 menjadi pegawai negeri sipil (PNS) ternyata ditunggangi dan dimanfaatkan oleh pihak – pihak yang tidak bertanggungjawab. Adalah pemerintah daerah yang menjadi biang dalam pemberitaan Kompas hari ini.

Ditengarai sejumlah pemerintah daerah merekayasa jumlah guru honorer di daerahnya. Modus yang banyak dilakukan adalah mengubah surat keputusan penugasan sehingga seolah – olah guru tersebut telah bertugas sebelum 1 Januari 2005. Tindakan ini menyebabkan pembengkakan guru honorer sampai mendekati 200%. Sebelumnya tenaga honorer golongan I yang digaji dari APBN sebelum 1 Januari 2005 berjumlah sekitar 54.000 guru. Jumlah ini membengkak menjadi 150.000 berdasarkan hasil verivikasi tanggal 31 Januari 2011. Jika Jumlah data tahun 2011 tersebut benar, maka siapa yang membayar gaji mereka selama ini. Menurut ketua badan pengembangan sumber daya manusia pendidikan dan penjamin mutu pendidikan Syawal Gultom, kekurangan guru selalu menjadi alasan bagi pemerintah daerah untuk terus menambah jumlah guru honorer. Ekses konsolidasi demokrasi lokal pasca otonomi daerah juga sangat mempengaruhi kebijakan pengangkatan guru honorer ini. Asal sekolah butuh dan menguntungkan secara politis bagi kepala daerah, pasti guru honorer akan diangkat. Syawal Gultom menambahkan bahwa belum ada standar dalam pengangkatan guru tersebut.
Dalam keadaan ini, Persatuan Guru Republik Indonesia dan Forum Tenaga Guru Honorer Sekolah Negeri Indonesia meminta pemerintah untuk tegas dan tidak lepas tangan dengan kondisi ini. Kalau memang tidak lagi menginginkan adanya guru honorer maka aturannya harus dibuat dan dilaksanakan. Jangan sampai guru honorer diterima lalu dibiarkan tanpa jaminan kesejahteraan.
Gambar direpro dari www.google.co.id
Jangan Rugikan Guru
Skenario pengangkatan guru honorer tentunya dilakukan secara berjamaah melibatkan banyak elemen mulai dari kepala daerah sendiri sampai pada juru ketik di kantor dengan gaji paling rendah sekalipun. Menjadi guru adalah panggilan tetapi menjadi guru honorer dengan jaminan hidup yang tidak jelas dan direkayasa demi kepentingan elit sangat menyakitkan.
Beberapa fakta dilapangan dewasa ini terkait dengan guru honorer diantaranya:
Pertama: Guru honorer yang sesungguhnya berhak dan telah bertugas sebelum 1 Januari 2005 akhirnya tersingkir dari kesempatan untuk menjadi PNS karena kesempatan itu telah direkayasa untuk kepentingan penguasa daerah beserta kroni – kroninya. Modusnya sebagaimana yang telah diulas oleh Kompas.
Kedua: Pengangkatan guru honorer dengan dalih kekurangan guru sesungguhnya diagnosa masalah yang keliru. Alasan kekurangan hanyalah rekayasa untuk melegalkan kroni – kroni kepala daerah yang berkepentingan dalam rangka balas jasa pasca pemilihan kepala daerah. Dengan rasio guru 1:18 maka masalah sesungguhnya bukan pada kekurangan guru melainkan distribusi dan pemerataan.
Ketiga: guru honorer yang telah diangkat kemudian dibayar dengan honor yang diambil dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan nilai yang sangat tidak manusiawi. Di beberapa kabupaten sangat tidak manusiawi. Ini tentunya akibat dari disorientasi pengangkatan guru honorer. Bahkan honor guru honorer di kampung saya dibayarkan 3 bulan bahkan ada yang 6 bulan sekali.
Memang guru adalah kelompok yang sangat menggiurkan untuk dimobilisasi demi kepentingan politik. Tetapi Pemerintah daerah dan pemerintah pusat harusnya sadar untuk tidak mempermainkan nasib orang – orang yang tulus bekerja bagi masa depan bangsa ini.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah memberi komentar