Monday, March 5, 2012

Tulisan Lama Tentang Lorong Pasar, Tondano

Catatan ini sebenarnya sudah lama di laptop yang saya tulis sekitar tahun 2009 sewaktu saya masih menjadi Ketua BPC GMKI Tondano. Tapi saya merasa tetap harus membaginya pada kawan - kawan sekalian.

Lorong Pasar Tataaran, Lorong Sepanjang - Panjangnya
Setiap orang yang datang kota Pendidikan sekaligus kota budaya Jogjakarta, pasti berusaha untuk menyempatkan diri mampir ke jalan Malioboro. Rasanya tidak lengkap menceritakan Jogjakarta tanpa
menceritakan jalan Malioboro. Lain lagi bagi pelancong yang datang ke kota pahlawan Surabaya (terlebih kaum lelaki) rasanya kurang puas jika tidak mampir ke “Kampong Dolly”.
Mungkin terlalu melebih – lebihkan jika saya mengatakan hal diatas, tetapi demikian realitanya bahwa mereka yang ke Jogja untuk melihat candi prambanan tetap akan berusaha mampir ke Jalan Malioboro yang di kiri-kanannya menawarkan Batik, kaos Dagadu dan ayam lalapan Lesehan, atau mereka yang ke Surabaya untuk melihat tugu pahlawan merasa bersalah jika tidak mampir ke Dolly yang di sepanjang kiri – kanannya menawarkan jajanan untuk pemuas hasrat lelaki. Setidaknya itu yang terjadi hingga tahun 2008.
Tataaran (2) adalah kelurahan di Kabupaten Minahasa yang dulu dikenal sebagai Tombulu Oki dan kini terbagi dalam 2 keluarahan yaitu Kelurahan Tataaran I yang katanya lebih dekat dengan Tondano dan Kelurahan Tataaran II yang dengan pendekatan subetnis lebih dekat dengan Tombulu. Sejak IKIP Manado (Sekarang UNIMA) dipindahkan ke Kampus Tonsaru, maka Kelurahan Tataaran I dan Keluarahan Tataaran II yang paling “menikmati” multi efek (terlebih ekonomi) kehadiran kampus. Lalu apa hubungan antara Jalan Malioboro/Kampung Dolly dengan lorong pasar Tataaran?. Paling tidak ketiganya adalah ikon local bagi masyarakatnya. Bagi mahasiswa yang berasal dari segala penjuru nusantara dan kuliah di Universitas Negeri Manado pasti kenal Lorong Pasar di Kelurahan Tataaran II.
Lorong pasar adalah kategori jalan Kelurahan sepanjang kurang dari 1 KM yang terletak di Kelurahan Tataaran II. Disebut lorong pasar karena diujung lorong ini terdapat pasar tradisional. Disepanjang kiri-kanan lorong ini terdapat rumah Penduduk sekaligus tempat kost bagi mahasiswa dan di hampir semua rumah menjual makanan jadi dengan harga menyesuaikan dengan kantong mahasiswa. Semua mahasiswa UNIMA pasti pernah merasakan perjalanan kenangan di Lorong Pasar dengan berbagai kepentingannya. Ada yang harus kesana karena tinggal indekos di lorong ini, ada yang kesana untuk mengerjakan tugas kuliah di tempat kost teman, atau ada yang sekedar hanya mampir makan siang/makan malam atau makan Midal/Tinutuan di pagi hari. Setiap mahasiswa menorehkan kenangannya masing-masing di lorong ini selama 4 tahun atau lebih. Perkembangan kesibukan lorong ini semakin bertambah setidaknya dalam 5 tahun belakangan. Hal lain yang dapat dijelaskan tentang lorong ini adalah bahwa lorong ini merupakan lorong alternative untuk menghindari macet walaupun kadang tidak menyelesaikan masalah karena lorong ini terlalu sempit untuk mobil yang berpapasan.
Bagaimanapun lorong pasar akan diceritakan oleh seluruh mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya di kampung halamannya. Cerita itu akan berkembang di Talaud, sangihe, Papua, Maluku, Sulawesi, Jawa, Bali, Batak, Jakarta, Kalimantan atau bahkan mungkin Malaysia. Dan cerita tersebut akan menjadi promosi gratis bagi UNIMA, bagi warga Tataaran khususnya dan secara umum bagi pemda Minahasa. Harus dicatat bahwa sekitar 3000 mahasiswa luar daerah yang tinggal di Tataaran I dan Tataaran II memberikan devisa bagi rakyat Tataaran + Rp. 1.500.000.000,-/bulan (asumsi bahwa setiap mahasiswa menerima uang kiriman sebesar Rp. 500.000,-).
Hal yang menyedihkan dari lorong ini adalah kualitas fisik jalannya yang jelek dan di sana sini banyak terdapat aspal yang lubang. Saluran air yang kurang tertata sehingga saat turun hujan sebagian besar jalanan di lorong ini tergenang. Terkesan amburadul dan tidak ditata secara professional tetapi bagi warga yang penting dapat menghasilkan dan tidak mengganggu ketentraman orang lain maka tidak ada masalah.
Bagi penulis sebenarnya lorong ini adalah sebuah asset besar Minahasa jika dikelola secara professional. Konsepnya adalah sepanjang jalan ini menggunakan pedestrian dan selokan airnya tertutup oleh trotoar yang lebar sehingga pejalan kaki merasa nyaman, selain itu rumah – rumah penduduk yang menjajakan makanan ditata dengan bentuk yang seragam dan unik. Dengan konsep ini masyarakat akan lebih tenang menjalankan usahanya dan tidak merasa rugi membayar pajak. Lorong pasar akan menjadi lorong yang panjang sepanjang – panjangnya, sepanjang kenangan yang dirasakan oleh mahasiswa dan siapapun pengunjungnya
Kurang lebih mirip dengan Kampung Dolly di Surabaya atau Jl. Malioboro di Jogjakarta

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah memberi komentar