Monday, March 26, 2012

Ramai-ramai BBM dan Instabilitas Satu Bulan Di Tengah Kunjungan SBY Ke RRC


Foto: news.detik.com
Saya tuliskan ini di Salemba 10 jakarta Pusat, jelang dini hari 26 Maret 2012 setelah melihat gelagat revolusi bangsa ini dalam beberapa hari belakangan terkait "rencana BBM Pemerintah". Menjelang 1 April 2012, Saya tidak bermaksud mengulas secara teoritik perhitungan harga BBM untuk menyimpulkan wajar naik atau tidak. Sudah terlalu banyak ulasan pakar untuk itu.  Hanya sedikit refleksi terhadap apa yang akan dilakukan oleh pemerintah dan reaksi dari masyarakat banyak terhadap rencana pemerintah tersebut.


Masalah bermula saat pemerintah merespon secara atraktif kenaikan harga minyak dunia yang jauh diatas asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012. UU 22 tahun 2011 tentang APBN 2012 mengasumsikan harga minyak dunia USD 90 per barel. Ternyata gejolak Hormuz dan ketegangan di Timur tengah secara umum memicu harga minyak hingga menyentuh USD 122 dolar per barel. Menurut pemerintah, jika kondisi ini berlanjut dan struktur APBN tidak dirombak maka otomotis subsidi BBM membengkak dan bisa membahayakan keuangan negara. Persoalan menjadi semakin rumit karena pasal 7 UU tentang APBN tersebut tidak memberi ruang bagi pemerintah untuk serta merta menaikkan harga jual BBM eceran. Jika pasal tersebut tidak ada maka mekanismenya mungkin lebih sederhana, yaitu konsultasi dan meminta persetujuan DPR untuk kebijakan teknis operasional.


Untuk menaikkan harga eceran BBM maka pasal 7 tersebut harus dirubah termasuk asumsi-asumsi dan banyak tetek bengek lainnya dalam UU no. 22 tahun 2011. Itulah sebabnya 1 bulan sebelumnya, yaitu akhir Februari pemerintah sudah kalang-kabut (mungkin ada istilah yang lebih tepat) menyusun draft APBN Perubahan untuk diajukan ke DPR. Tanggal 6 Maret 2012 secara resmi pemerintah menyerahkan ke DPR   draft dimaksud. Otomatis sepanjang tanggal 6 Maret sampai 1 April mendatang rakyat dan mahasiswa bergejolak merespon rencana pemerintah. Kondisi ini memicu instabilitas semua sektor kehiduupan masyarakat selama bulan Maret. 

Instabilitas politik terjadi di Parlemen, dimana partai-partai saling menelikung dalam pembahasan draft RAPBN. Fakta ini lebih kental terlihat dalam hubungan antar partai yang berada dalam koalisi pemerintahan. Saling menipu dan saling memanfaatkan untuk mendapatkan simpati rakyat. Akumulasi kegalauan ini akan kita tunggu dalam rapat paripurna DPR RI tanggal 29 Maret 2012 mendatang. Presiden belum bergeming dengan "rencana BBMnya".

Instabilitas keamanan terjadi di hampir seluruh tanah air. Eskalasi demostrasi menolak rencana kenaikan harga BBM menjelang Paripurna semakin meningkat bahkan sudah cenderung brutal dan melakukan pengrusakan untuk mencari perhatian.  TNI sudah mulai di persiapkan untuk menghadapi unjuk rasa. Ketidakpastian keamanan di Ibukota dan beberapa tempat lainnya membuat warga menjadi tidak tenang.  Akhirnya, masyarakat bukan sekedar takut harga akan naik, tetapi warga takut huru-hara sebagaimana terjadi tahun 1998. Presiden belum bergeming dengan "rencana BBMnya".

Instabilitas ekonomi  juga mulai terjadi. Jelang kenaikan harga BBM harga sembako mulai naik mendahuluinya. Pemerintah daerah dan organda mulai mempersiapkan skenario tarif angkutan. Ketidakpastian ini membuat warga  panik dan tentunya dalam waktu yang singkat bisa memicu inflasi. Bahkan rumor yang beredar, cukong-cukong kaya di Medan mulai menarik uangnya dari Bank. Kondisi ini tentu sangat berbahaya bagi stabilnya perekonomian nasional secara keseluruhan. Presiden belum bergeming dengan "rencana BBMnya".

Instabilitas sosial juga terjadi dimana-mana. Kejahatan penimbunan BBM dan modus-modus lainnya untuk memperoleh keuntungan mulai diberitakan media massa, baik cetak maupun elektronik. Presiden belum bergeming dengan "rencana BBMnya".

Di tengah kepanikan dan ketidakpastian rakyat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menikmati perjalanannya ke RRC yang sudah menjajah kita dengan "sampah-sampahnya" yang mereka jual murah di Indonesia.

Mungkinkah pembiaran ini bagian dari skenario Militer untuk mengembalikan kekuasaan mereka sebagaimana sebelum reformasi. Potensi kerusuhan akan meletgitimasi TNI untuk masuk ke ruang-ruang sipil dalam minggu-minggu ke depan. Semoga tidak demikian. TNI dan pimpinannya harus punya nurani dan kembali ke perbatasan-perbatasan dan pulau - pulau terluar menjaga kedaulatan bangsa. Masyarakat, buruh, petani dan mahasiswa yang menyuarakan pendapatnya sangat tidak manusiawi jika harus dihadapi dengan laras dan senjata.

Secara politik, rencana gila pemerintah ini bisa dilawan oleh parlemen dengan menutup peluang kenaikan harga BBM. Banyak alternatif yang bisa ditempuh termasuk menaikkan nilai subsidi BBM atau membiarkan pasal 7 dalam UU no 22 tahun 2011 itu tetap di tempatnya. Jika peluang untuk menaikkan (atau dalam bahasa birokrasi pemerintah "menyesuaikan") harga BBM ditutup dalam UU maka pemerintah tidak punya celah lagi kecuali siap untuk dinyatakan melanggar UU. Menurut hitung-hitungan politik matematis, maka keputusan akhir paripurna mendatang mungkin akan diambil dengan mekanisme voting. 

Komposisi anggota DPR saat ini adalah 560 orang yang terdiri dari Fraksi Partai Demokrat (PD) 148 orang, Fraksi Partai Golkar 106 orang, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 94 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 57 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) 46 orang, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 38 orang, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 28 orang, Fraksi Partai Gerindra 26 orang dan Fraksi Hanura 17 orang.

Jika saya berspekulasi menjelang paripurna 29 Maret 2012 dan terjadi pengambilan keputusan dengan mekanisme voting (dengan asumsi seluruh anggota menandatangani daftar hadir), maka berikut beberapa kemungkinan:
  1. Jika koalisi pemerintah solid mendukung opsi apapun dengan substansi menaikkan harga BBM maka: PD + Golkar + PKS + PAN + PPP + PKB = 423 Suara = 75,5 % dari anggota DPR artinya BBM harus naik
  2. Melihat gelagat PKS yang sangat liar dan tidak mendukung kebijakan SBY, maka  yang mendukung opsi apapun dengan substansi menaikkan harga BBM: PD + Golkar + PAN + PPP + PKB = 366 Suara = 65,3 % artinya BBM tetap naik
  3. Sebagian anggota Golkar kadang kala sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu jika PKS tidak mendukung kebijakan SBY maka dibutuhkan minimal 87 orang "penghianat" dari golkar untuk membendung keinginan SBY: PD + Golkar (19) + PAN + PPP + PKB = 279 Suara = 49,8 % artinya BBM tidak  naik. Komposisi ini hampir dipastikan tidak mungkin karena membuat 87 orang "berkhianat" terhadap Aburizal Bakrie bukanlah perkara membujuk anak kecil yang sedang menangis ditinggal ibunya.
  4. Hampir tidak ada peluang bagi PAN, PPP dan PKB untuk tidak mendukung SBY. Sejak awal pemerintahan, mereka selalu menjadi anak manis dengan jatah menteri secukupnya. Kalaupun ada satu atau dua orang yang lari dari kebijakan partai, tidak akan berpengaruh signifikan. Bandingkan dengan PKS yang walaupun jatah menterinya lebih banyak tetapi masih sering mbalelo dan menjadikan kepentingan rakyat sebagai tameng (padahal demi segelintir elitnya).
Melihat hitungan sederhana diatas, maka hampir pasti mekanisme politik lewat parlemen tidak bisa membendung niat SBY menaikkan harga BBM (Rapat-rapat yang mereka lakukan selama ini hanyalah sandiwara mengisi waktu bulan Maret ini). Pada tahapan itu, tekanan publik terhadap proses di Senayan dipastikan sangat kuat melalui pengerahan massa. Jika akhirnya keputusan politik itu memenangkan keinginan SBY maka,  perubahan APBN tersebut yang memberi peluang menaikkan harga BBM akan pindah ke Istana Presiden. "Bola" ada di tangan presiden.
Foto koleksi pribadi (Aksi kel. Cipayung 20 Maret 2012

 "Rapat-rapat yang mereka lakukan selama ini hanyalah sandiwara mengisi waktu bulan Maret ini"


Puncaknya adalah menjelang tanggal 1 April saat rencana pengumuman itu dilaksanakan. Sulit dibayangkan jika massa rakyat, buruh, mahasiswa menduduki seluruh objek vital negara termasuk gedung parlemen, jalan tol, bandara, SPBU dan lainnya sampai tuntutan mereka dipenuhi.Bahkan mungkin mereka akan tetap disana sampai presiden terdesak dan harus mengundurkan diri (Lalu siapa yang akan menggantikannya?. Menurut saya, kita ibarat keluar mulut harimau, masuk ke dalam mulut singa).

 Jika itu yang terjadi, Mungkinkah Presiden masih tetap tak bergeming? Sangat ironis.

Presiden harus secepatnya kembali dari luar negeri dan membatalkan rencananya untuk menaikkan BBM. Di tengah semakin gencarnya politisasi terhadap isu ini, toh dalam beberapa hari ini, harga minyak juga mulai menunjukkan tren penurunannya. Jangan sampai setelah dinaikkan lalu harga minyak dunia turun kembali juga diturunkan dan dipolitisasi menjelang 2014. Terlalu mahal biaya sosial yang harus dibayar bangsa ini jika Presiden tetap pada rencananya.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah memberi komentar